Sutan Syahrir



Syahrir lahir dari pasangan Mohammad Rasad dan Puti Siti Rabiah yang berasal dari Koto GadangAgamSumatera Barat. Ayahnya menjabat sebagai penasehat sultan Deli dan kepala jaksa (landraad) di Medan. Syahrir bersaudara seayah dengan Rohana Kudus, aktivis serta wartawan wanita yang terkemuka.
Syahrir bersekolah dasar (ELS) dan sekolah menengah (MULO) terbaik di Medan. Hal ini membuat ia mengenali berbagai buku-buku asing dan ratusan novel Belanda. Malamnya, dia mengamen di Hotel De Boer (kini Hotel Natour Dharma Deli), hotel khusus untuk tamu-tamu Eropa.


Pada 1926, ia selesai dari MULO, masuk sekolah lanjutan atas (AMS) di Bandung, yang saat itu adalah sekolah termahal di Hindia Belanda. Di sekolah itu, dia mengikuti Himpunan Teater Mahasiswa Indonesia (Batovis) sebagai sutradara, penulis skenario, dan juga aktor. Hasil pentas teater itu ia gunakan untuk membiayai sekolah yang ia dirikan, Tjahja Volksuniversiteit, Cahaya Universitas Rakyat.
Di kalangan siswa sekolah menengah (AMS) Bandung, Syahrir sangat terkenal. Syahrir bukan tipe siswa yang hanya menyibukkan diri dengan buku-buku pelajaran dan pekerjaan rumah. Ia aktif dalam klub debat di sekolahnya. Syahrir juga aktif dalam aksi 'pendidikan melek huruf' secara gratis bagi anak-anak dari keluarga tak mampu dalam Tjahja Volksuniversiteit.
Aksi sosial Syahrir kemudian menjurus jadi politis. Ketika para pemuda masih terikat dalam perhimpunan-perhimpunan kedaerahan, pada tanggal 20 Februari 1927, Syahrir termasuk dalam sepuluh orang penggagas pendirian himpunan pemuda nasionalis, Jong Indonesie
Perhimpunan itu kemudian berubah nama jadi Pemuda Indonesia yang menjadi motor penyelenggaraan Kongres Pemuda Indonesia. Kongres monumental yang mencetuskan Sumpah Pemuda pada 1928.
--Sebagai siswa sekolah menengah, Syahrir sudah dikenal oleh polisi Bandung sebagai pemimpin redaksi majalah himpunan pemuda nasionalis. Dalam kenangan seorang temannya di AMS, Syahrir kerap lari digebah polisi karena membandel membaca koran yang memuat berita pemberontakan PKI 1926; koran yang ditempel pada papan dan selalu dijaga polisi agar tak dibaca para pelajar sekolah.--
Syahrir melanjutkan pendidikan ke negeri Belanda di Fakultas Hukum, Universitas Amsterdam. Di sana, Syahrir mendalami sosialisme. Secara sungguh-sungguh ia berkutat dengan teori-teori sosialisme. Ia akrab dengan Salomon Tas, Ketua Klub Mahasiswa Sosial Demokrat, dan istrinya Maria Duchateau, yang kelak dinikahi Syahrir, meski sebentar. (Kelak Syahrir menikah kembali dengan Poppy, kakak tertua dari Soedjatmoko dan Miriam Boediardjo).
Demi lebih mengenal dunia proletar dan organisasi pergerakannya, Syahrir pun bekerja pada Sekretariat Federasi Buruh Transportasi Internasional.

Selain menceburkan diri dalam sosialisme, Syahrir juga aktif dalam Perhimpunan Indonesia (PI) yang ketika itu dipimpin oleh Mohammad Hatta. Di awal 1930, pemerintah Hindia Belanda sangat menentang erhadap organisasi pergerakan nasional, dengan aksi razia dan memenjarakan pemimpin pergerakan di tanah air, yang berbuntut pembubaran Partai Nasional Indonesia (PNI) oleh aktivis PNI sendiri. 
Berita tersebut menimbulkan kekhawatiran di kalangan aktivis PI di Belanda. Mereka selalu menyerukan agar pergerakan jadi tidak berjalan karena pemimpinnya dipenjarakan. Seruan itu mereka sampaikan lewat tulisan. Bersama Hatta, keduanya rajin menulis di Daulat Rakjat,
majalah milik Pendidikan Nasional Indonesia, dan menjadikan pendidikan rakyat adalah misi atau tugas utama pemimpin politik.
Akhir tahun 1931, Syahrir meninggalkan kampusnya untuk kembali ke tanah air dan terjun dalam pergerakan nasional. Syahrir segera bergabung dalam organisasi Partai Nasional Indonesia (PNI Baru), yang pada Juni 1932 diketuai olehnya. Pengalaman ketika dia di Belanda dalam dunia proletar ia praktikkan di tanah air. Syahrir terjun dalam pergerakan buruh. Ia memuat banyak tulisannya tentang perburuhan dalam Daulat Rakyat. Ia juga sering berbicara tentang pergerakan buruh dalam forum-forum politik. Mei 1933, Syahrir didaulat menjadi Ketua Kongres Kaum Buruh Indonesia.
Hatta kemudian kembali ke tanah air pada Agustus 1932, maka ia memimpin PNI Baru. Bersama Hatta, Syahrir mengemudikan PNI Baru sebagai organisasi pencetak kader-kader pergerakan. 
Berdasarkan analisis pemerintahan kolonial Belanda, gerakan politik Hatta dan Syahrir dalam PNI Baru justru lebih radikal dibanding Soekarno dengan PNI-nya yang mengandalkan mobilisasi massa. PNI Baru, menurut polisi kolonial, cukup sebanding dengan organisasi Barat. Meski tanpa aksi massa dan agitasi (pemberontakan); secara cerdas, lamban namun pasti, PNI Baru mendidik kader-kader pergerakan yang siap bergerak ke arah tujuan revolusionernya.
Karena takut akan potensi revolusioner PNI Baru, pada Februari 1934, pemerintah kolonial Belanda menangkap, memenjarakan, kemudian membuang Syahrir, Hatta, dan beberapa pemimpin PNI Baru ke Boven-DigoelHampir setahun dalam kawasan malaria di Papua itu, Hatta dan Sjahrir kemudian dipindahkan ke Banda Neira untuk menjalani masa pembuangan selama enam tahun. 

Pada masa pendudukan Jepang, sementara Soekarno-Hatta menjalin "kerja sama" dengan Jepang, Sjahrir membangun jaringan gerakan bawah tanah anti-fasis karena yakin Jepang tak mungkin memenangkan perang, sehingga kaum pergerakan mesti menyiapkan diri untuk merebut kemerdekaan di saat yang tepat.

Perjuangan mereka membuahkan hasil dengan diproklamasikannya Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945 oleh Soekarno-Hatta. 
Pada November 1945, Syahrir didukung kalangan pemuda dan ditunjuk Soekarno menjadi formatur kabinet parlementer. 
Pada usia 36 tahun, mulailah lakon Sjahrir dalam panggung memperjuangkan kedaulatan Republik Indonesia, sebagai Perdana Menteri termuda di dunia, merangkap Menteri Luar Negeri dan Menteri Dalam Negeri.

Kabinet Sjahrir I, Kabinet Sjahrir II sampai dengan Kabinet Sjahrir III (1945 hingga 1947) konsisten memperjuangkan kedaulatan RI lewat jalur diplomasi. Diplomasinya kemudian berbuah kemenangan sementara. Inggris sebagai komando tentara sekutu untuk wilayah Asia Tenggara mendesak Belanda untuk duduk berunding dengan pemerintah republik. Secara politik, hal ini berarti secara de facto sekutu mengakui eksistensi pemerintah RI.

Jalan berliku diplomasi dipersuliy dengan gempuran aksi militer Belanda pada 21 Juli 1947. Aksi Belanda tersebut justru mengantarkan Indonesia ke forum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). 

Setelah tidak lagi menjabat Perdana Menteri (Kabinet Sjahrir III), Sjahrir diutus menjadi perwakilan Indonesia di PBB. Berhadapan dengan para wakil bangsa-bangsa sedunia, Syahrir mengurai Indonesia sebagai sebuah bangsa yang berabad-abad berperadaban aksara lantas dieksploitasi oleh kaum kolonial. Kemudian, secara piawai Syahrir mematahkan satu per satu argumen yang sudah disampaikan wakil Belanda, Van Kleffens. Dengan itu, Indonesia berhasil merebut kedudukan sebagai sebuah bangsa yang memperjuangan kedaulatannya di gelanggang internasional.

PBB pun turut campur, sehingga Belanda gagal mempertahankan upayanya untuk menjadikan pertikaian Indonesia-Belanda sebagai persoalan yang semata-mata urusan dalam negerinya. Kleffens dianggap gagal membawa kepentingan Belanda dalam sidang Dewan Keamanan PBB, suatu kekalahan seorang diplomat ulung yang berpengalaman di gelanggang internasional dengan seorang diplomat
 muda dari negeri yang baru saja lahir. Sjahrir pun dijuluki "The Smiling Diplomat"

Sejak akhir Januari 1950, Sutan Sjahrir tidak lagi memegang suatu jabatan negara. Pada tahun 1955, Partai Sosialis Indonesia yang dipimpin Sjahrir gagal mengumpulkan suara dalam pemilihan umum pertama di Indonesia.

Setelah kasus PRRI dan PSI tahun 1958, hubungan Sutan Sjahrir dengan Presiden Soekarno semakin memburuk sampai akhirnya PSI dibubarkan tahun 1960.

Bahkan, tahun 1962, Syahrir ditangkap dan dipenjarakan tanpa diadili, hingga pada 1965 Sjahrir menderita penyakit "stroke". Setelah itu, Sjahrir diijinkan untuk berobat ke Zurich, Swiss, hingga meninggal dunia di sana pada tanggal 9 April 1966 pada usia 57 tahun.

Sutan Sjahrir wafat dalam pengasingan sebagai tawanan politik dan kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.

Kenapa saya membahas tentang Sutan Syahrir?
Karena Sutan syahrir adalah salah stau pejuang kemerdekaan Indonesia. 
Ia pemberanim anti-Jepang. 
Dia sangat berperan dalam kemerdekaan terutama dalam jalur diplomasi. Berkatnya, indonesia mendapat pengakuan dari dunia.
Teladan dan peranan Sutan Syahrir :
  • Ia adalah pemuda yang aktif. Ia adalah penggagas terbentuknya organisasi Jong Indonesie dan menjadi penggerak tercetusnya Sumpah Pemuda. Sutan syahrir bergabung dengan organisasi Perhimpunan Indonesia (PI) dan PNI baru yang sebelumnya sempat dibubarkan oleh pemerintah Hindia Belanda. 
  • Syahrir mengikuti aksi 'pendidikan melek huruf' secara gratis bagi anak-anak dari keluarga tak mampu dalam Tjahja Volksuniversiteit.
  •  Ia punya semangat perjuangan yang sangat tinggi. Semangat perjuangan menentang penjajah tidak hanya saat pemerintahan belanda, ia masih tetap berjuang pada saat penjajahan Jepang. PNI yang semakin berkembang ia jadikan roda pergerakan kekuatan bawah tanah





Sumber.

Komentar

Postingan Populer